Sabtu, 31 Mei 2014

LEADERSHIP and POWER

LEADERSHIP and POWER

DEFINISI KEPEMIMPINAN adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

PERBEDAAN ANTARA MANAGEMENT DAN LEADERSHIP:
1. Kepemimpinan (leadership) mempunyai fungsi dasar dalam menentukan arah (setting direction) atau visi (vision) organisasi. Visi yang menggugah dan membangkitkan gairah untuk diikuti oleh semua pihak dalam organisasi. Untuk itu dapat dikatakan bahwa tugas utama pemimpin (leader) adalah menjadi pelopor dalam menentukan arah atau visi organisasi
2. Manajemen mempunyai fungsi dasar dalam hal mengendalikan (controls) dan mengarahkan (directs) orang atau sumberdaya (resources) yang ada agar tujuan atau visi organisasi dapat dicapai berdasarkan pada prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang telah dibangun. Management menghasilkan tindakan-tindakan (action) yang tepat dan cepat untuk meraih visi.



PENEMUAN-PENEMUAN KLASIK KEPEMIMPINAN
Definisi studi Iowa: penelitian kepada anak-anak 10 tahun yang memiliki tiga style kepemimpinan, yakni: otokratis, demokratis, laissez faire. Pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan arahan dan tidak memberikan kesempatan untuk berpendapat. Pemimpin yang demokratis mencoba untuk bersikap objektif didalam pemberian kritik atau pujian, dan membentuk kelompok diskusi dalam pembuatan keputusan. Pemimpin semaunya sendiri (laissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak pada kelompok. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan dalam variabel-variabel kepuasan dan frustasi-agresi.
Setelah dilakukannya penelitian terhadap tiga gaya kepemimpinan terhadap klub anak, maka dapat disimpulkan bahwa anak-anak lebih menyukai pemimpin yang demokratis dibandingkan pemimpin yang otokratis. Didalam penelitian Iowa tidak mengungkapkan pengaruh langsung dari gaya kepemimpinan tersebut pada produktivitas. Eksperimen yang pokok dirancang hanya untuk mengamati pola prilaku agresif. Yang hasilnya suatu perilaku kelompok-kelompok yang apatis, ketika pemimpin yang otokratis keluar ruangan, maka meletuslah sikap agresifnya. Gaya kepemimpinan laissez faire menghasilkan sejumlah besar perbuatan agresif dari kelompoknya, sedangkan gaya kepemimpinan demokratis berada diantara satu agresif dan empat apatis dalam kelompok yang otokratis.

Studi Ohio memulai penelitian dengan premis bahwa tidak ada kepuasan atas rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada. Dengan asumsi terdahulu bahwa kepemimpinan selalu diartikan sama dengan kepemimpinan yang baik.

Studi Michigan adalah sebuah penelitian dengan tujuan untuk menentukan prinsip-prinsip produktivitas kelompok dan kepuasan anggota kelompok yang diperoleh dari partisipasi mereka. Staf peneliti Ohio merumuskan kepemimpinan sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin memiliki deskripsi perilaku atas dua dimensi, yaitu struktur pembuatan inisiatif dan perhatian. Struktur pembuatan inisiatif menunjukkan perilaku pemimpin dalam menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin. Perilaku perhatian menggambarkan perilaku pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling percaya, dan kehangatan didalam hubungan antara pemimpin dan anggota staf.


TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN
a. Teori Sifat
Teori-teori sifat (trait theories) mengemukakan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dibuat. Teori ini sering disebut juga "great-man", lebuh lanjut dinyatakan bahwa seseorang itu dilahirkan dengan membawa atau tidak membawa ciri-ciri atau sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin, atau dengan kata lain, individu yang telah lahir telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan dia dapat menjadi seorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah suatu fungsi kualitas seorang individu, bukan fungsi situasi, teknologi, atau dukungan masyarakat. Hal ini mengandung pengertiaan dasar bahwa peneltitian-penelitian dasar kepemimpinan selalu condong menyatakan bahwa individu merupakan sumber kegiatan-kegiatannya.
Keith Davis mengikhtisarkan ada 4 ciri utama yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
*  Kecerdasan (Intellegence)
*  Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social Maturity and Breath)
*  Motivasi dari dan dorongan berprestasi
*  Sikap-sikap hubungan manusia

b. Teori Kelompok
Teori kelompok dalam kepemimpinan (group theory of leadership) dikembangkan atas dasar ilmu psikologi sosial. Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dan bawahannya. Kepemimpinan itu merupakan suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang diharapkan kedua belah pihak.

c. Teori Situasional (Contingency)
Pendekatan sifat dan maupun kelompok terbukti tidak memadai untuk mengungkap teori kepemimpinan yang menyeluruh, perhatian dialihkan pada aspek-aspek situasional kemungkinan. Fred Fiedler telah mengajukan sebuah model dasar situasional bagi efektifitas kepemimpinan, yang dikenal sebagai contingency model of leadership effectiveness. Model ini menjelaskan hubungan antara gaya kepemimpinan dan situasi yang menyenangkan dan menguntungkan. Situasi-situasi tersebut digambarkan oleh Fiedler dalam 3 dimensi empirik, yaitu:
1. Hubungan pimpinan anggota
2. tingkat dalam struktur tugas
3. posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal
Penemuan Fiedler menunjukkan bahwa dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan, tipe pemimpin yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan adalah sangat efektif. Tetapi bila situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat (terletak pada range tengah), tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang toleran dan lunak akan sangat efektif.

d. Teori Path-Goal
Teori ini menganalisa pengaruh (dampak) kepemimpinan terutama perilaku pemimpin terhadap motivasi bawahan, kepuasan dan pelaksanaan kerja.
Teori ini memasukkan empat tipe atau gaya pokok perilaku pemimpin, yaitu :
·   Kepemimpinan direktif (directive leadership)
Bawahan tahu apa yang diharapkan dari dirinya dan adanya pengarahan khusus dari pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan. Contoh: Seorang pegawai baru yang baru saja mulai bekerja. Kita mesti pahami bahwa individu ini adalah orang baru dalam industri yang Anda tekuni dan ia belum memiliki banyak pengalaman. Gaya kepemimpinan yang paling sesuai untuk diterapkan dalam kasus ini ialah gaya direktif. Mereka ini membutuhkan banyak arahan sehingga bisa belajar menemukan jalannya.

·   Kepemimpinan suportif (supportive leadership)
Adanya kesediaan pemimpin untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya. Contoh: usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

·   Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)
Pemimpin berusaha meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya. Contoh: Sebuah masalah muncul dan harus diatasi sesegera mungkin. Seorang individu ialah bawahan yang sudah bekerja cukup lama, mereka sudah menguasai dasar-dasar pekerjaannya tetapi masih mempelajari atmosfernya. Pendekatan yang sesuai ialah gaya kepemimpinan partisipatif. Dengan demikian, Anda sebagai pemimpin bisa membuat orang ini berpartisipasi dalam pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dan memberikan peluang bagi Anda untuk melihat seberapa baik mereka berkembang.

·   Kepemimpinan orientasi prestasi (achievement-oriented leadership)
Pemimpin menetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahan untuk berprestasi. Pemimpin memberikan keyakinan pada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan tugas dan mencapai tujuan secara baik. Contoh: pemimpin dalam suatu regu untuk mendaki gunung,. Pemimpin yang efektif yaitu di mana pemimpin memberikan arahan serta motivasi agar bawahannya atau anggotanya dapat mencapai ke puncak gunung. Pemimpin biasa memberikan reward ke pada anggotanya agar dapat mencapai tujuan bersama.

Jadi, gaya-gaya kepemimpinan ini dapat dipergunakan oleh pemimpin yang sama dalam berbagai situasi yang berbeda. Baik model Fiedler maupun teori Path-Goal memasukkan 3 variabel penting dalam kepemimpinan, yaitu: pemimpin, kelompok dan situasi.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan pemimpin untuk mempengaruhi persepsi dan memotivasi bawahannya adalah:
·      Mengetahui dan menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol pemimpin
·      Memberi intensif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam bekerja
·      Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikkan prestasi dengan cara latihan, dan pengarahan
·      Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan darinya
·      Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi
·      Menaikkan kesempatan-kesempatan untuk pemuasan bawahan yang memungkinkan tercapainya efektivitas kerja.

Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan
·      Social Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang menjamin kelangsungan, interaksi timbal balik antara pemimpin, lingkungan dan perilakunya sendiri.
·      Pendekatan Social Learning memberikan kesempatan pada pemimpin dan bawahan untuk memusyawarahkan semua perkara yang timbul.
Keduanya memiliki hubungan interaksi yang hidup dan mempunyai kesadaran untuk menemukan bagaimana cara menyempurnakan perilaku masing-masing dengan memberikan penghargaan-penghargaan yang diinginkan.


GAYA KEPEMIMPINAN

Ada 4 gaya Kepemimpinan, yaitu :
1.    Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya kepemimpinan kontinum dipelopori oleh Robert Tannenbaum dan Warren Schmidt. Kedua ahli menggambarkan gagasannya bahwa ada dua bidang pengaruh yang ekstrem, pertama bidang pengaruh pimpinan, kedua bidang pengaruh kebebasan bawahan.

Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) mengelompokkan tujuh kecenderungan perilaku kepemimpinan. Ketujuh perilaku inipun tidak mutlak melainkan akan memiliki kecenderungan perilaku kepemimpinan mengikuti suatu garis kontinum dari sisi otokratis yang berorientasi pada tugas sampai dengan sisi demokratis yang berorientasi pada hubungan. Ada 7 model keputusan kepemimpinan Kontinum antara lain :
  1. Pemimpin membuat keputusan dan kemudian mengumumkan kepada bawahannya (Otoritas atasan)
  2. Pemimpin menjual keputusan (dalam hal ini pemimpin terlihat banyak menggunakan otoritas yang ada padanya)
  3. Pemimpin memberikan pemikiran-pemikiran atau ide-ide dan mengundang pertanyaan-pertanyaan. Dalam model ini pemimpin sudah menunjukkan kemajuan, dibatasinya penggunaan otoritasnya dan diberikan kesempatan bawahan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
  4. Pemimpin memberikan keputusan bersifat sementara yang kemungkinan dapat diubah (Bawahan sudah mulai banyak terlibat dalam rangka pembuatan keputusan)
  5. Pemimpin memberikan persoalan, meminta saran-saran dan membuat keputusan (Model ini sudah jelas otoritas pimpinan dipergunakan sedikit mungkin)
  6. Pemimpin merumuskan batas-batasnya dan meminta bawahan untuk membuat keputusan (Partisipasi Bawahan kali ini lebih besar dibandingkan 5 model di atas)
  7. Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah dirumuskan oleh pimpinan (model ini terletak pada titik ekstrem penggunaan otoritas pada nomor satu di atas)

2.    Gaya Kepemimpinan Manajerial Grid
Seorang  pemimpin selain harus lebih memikirkan mengenai tugas-tugas yang akan dicapainya juga dituntut untuk memiliki orientasi yang baik terhadap hubungan kerja dengan bawahannya. Artinya bahwa seorang pemimpin tidak dapat hanya memikirkan pencapaian tugas saja tanpa memperhitungkan faktor hubungan dengan bawahannya, sehingga seorang pemimpin dalam mengambil suatu sikap terhadap tugas, kebijakan-kebijakan yang harus diambil, proses dan prosedur penyelesaian tugas, maka saat itu juga pemimpin harus memperhatikan pola hubungan dengan staf atau bawahannya secara baik. Menurut Blake dan Mouton ini, kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi empat kecenderungan yang ekstrim dan satu kecenderungan  yang terletak di tengah-tengah keempat gaya ekstrim tersebut. Gaya kepemimpinan tersebut adalah :
Impoverished leadership, dalam kepemimpinan ini si pemimpin selalu menghindar dari segala bentuk tanggung jawab dan perhatian terhadap bawahannya.
Team leadership, pimpinan menaruh perhatian besar terhadap hasil maupun hubungan kerja, sehingga mendorong bawahan untuk berfikir dan bekerja serta terciptanya hubungan yang serasi antara pimpinan dan bawahan.
Country Club leadership, pimpinan lebih mementingkan hubungan kerja atau kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang diperhatikan.
Task leadership, kepemimpinan ini bersifat otoriter karena sangat mementingkan tugas/hasil dan bawahan dianggap tidak penting karena sewaktu-waktu dapat  diganti.
Middle of the road, dimana si pemimpin cukup  memperhatikan dan mempertahankan serta menyeimbangkan antara moral bawahan dengan keharusan penyelesaian pekerjaan pada tingkat memuaskan, dimana hubungan antara pimpinan-bawahan seperti orang tua-anak.

·     Gris 1. Manager sedikit sekali usahanya untuk memikirkan orang-orang yang bekerja dengan dirinya, dan produksinya yang seharusnya dihasilkan oleh organisasinya. Dalam menjalankan tugas manager dalam gris ini menganggap dirinya sebagai perantara yang hanya mengkominikasikan informasi dari atasan lepada bawahan.
·      Gris 2. Manager mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk memikirkan baik produksinya maupun orang-orang yang bekerja dengannya. Dia mencoba merencanakan semua usaha-usahanya dengan senantiasa memikirkan dedikasinya pada produksi dan nasib orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Manager yang termasuk gris ini dapat dikatakan sebagai “manager tim” yang riel (the real team manager). Dia mampu untuk memadukan kebutuhan-kebutuhan produksi dengan kebutuhan=kebutuhan orang-orang di organisasinya.
·      Gris 3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi untuk selalu memikirkan orang-orang yang bekerja dalam organisasinya. Tetapi pemikirannya mengenai produksi rendah. Manager semacam ini sering dinamakan pemimpin club (the Country club management), Manajer menciptakan suasana lingkungan yang semua orang bias bekerja rilek, bersahabat, dan bahagia bekerja dalam organisasinya. Namun, tidak ada satu orang pun yang mau memikirkan tentang usaha-usaha koordinasi guna mencapai tujuan organisasi.
·      Grid 4. Manajer yang menjalankan tugas secara otokratis (autocratictask managers). Manager semacam ini hanya mau memikirkan tentang usaha peningkatan efisiensi pelaksanaan verja, hanya sedikit rasa tanggung jawabnya pada orang-orang yang bekerja dalam organisasinya
·      Gris 5. Manager berusaha mencoba menciptakan dan membina moral orang-orang yang bekerja dalam organisasi yang di pimpinnya, dan produksi dalam tingkat yang memadai, tidak mencolok. Dia tidak menciptakan target terlampau tinggi sehingga sulit dicapai, dan berbaik hati mendorong orang-orang untuk bekerja lebih baik.

3.    Tiga Dimensi dari Reddin
Mengidentifikasikan gaya-gaya kepemimpinan yang secara tidak langsung berhubungan dengan efektivitas. Ada 4 gaya efektif, yaitu:
·      Eksekutif
Gaya ini memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja, manajer yang mempergunakan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik. Menetapkan standar kerja yang tinggi berkehendak mengenal perbedaan di antara individu dan berkeinginan mempergunakan kerja tim dalam manajemen.
·      Pecinta Pengembangan (Developer)
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap hubungan kerja dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas pekerjaan. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini mempunyai kepercayaan yang implisit terhadap orang orang yang bekerja dalam organisasinya dan sangat memperhatikan terhadap pengembangan mereka sebagai individu.
·      Otokratis yang baik hati (Benevolent autocrat)
Gaya ini memberikan perhatian maksimum terhadap tugas dan perhatian yang minimum pada hubungan kerja. Seorang manajer mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang dia inginkan tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.
·      Birokrat
Gaya ini memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dan hubungan kerja. Seorang manajer yang mempergunakan gaya ini sangat tertarik pada peraturan dan menginginkan memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.

Ada 4 gaya yang tidak efektif, yaitu antara lain:
Ò Pecinta Kompromi (Compromiser)
Gaya ini memberikan perhatian besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer yang membuat keputusan yang jelek banyak tekanan yang mempengaruhinya .
Ò Missionari
Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
Ò Otokrat 
 Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan suatu perilaku tidak sesuai. Manajer seperti ini tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang segera selesai.
Ò Lari dari Tugas (Deserter)
Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji (pasif dan tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif .

4.    Empat system Manajemen dari Likert
Empat sistem yang dikembangkan Rensis Likert:
ü Sistem 1 , Exploitive-authoritative, otokratis mempunyai sedikit kepercayaan memberi ketakutan dan hukuman hukuman , dengan diselingi pemberian penghargaan, memperhatikan pada komunikasi yang turun ke bawah dan hanya membatasi proses pengambilan keputusan di tingkat atas saja.
ü Sistem 2 , Otokratis yang baik hati (Benevolent authoritative ) mempunyai kepercayaan yang berselubung, percaya pada bawahan, memotivasi dengan hadiah–hadiah dan ketakutan berikut hukuman-hukuman, mendengarkan pendapat–pendapat dan ide dari bawahan serta adanya delegasi wewenang dalam proses keputusan.
ü Sistem 3 , Manajer konsulatif, mempunyai sedikit kepercayaan dan melakukan motivasi dengan penghargaan dan hukuman yang kebetulan, menetapkan dua pola hubungan komunikasi yakni ke atas dan ke bawah .

ü Sistem 4 , Partisipative group mengandalkan untuk mendapatkan ide–ide dan pendapat-pendapat lainnya dari bawahan dan mempunyai niatan untuk mempergunakan pendapat bawahan secara konstruktif mendorong bawahan untuk ikut bertanggung jawab membuat keputusan dan juga melaksanakan keputusan tersebut dengan tanggung jawab yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar